Sabtu, 22 November 2008

Perkawinan Andrea Hirata, penulis novel "Laskar Pelangi"

Kalau diperhatikan perkawinan Andrea Hirata ini melontarkan beberapa masalah yaitu : a. perkawinan telah berlangsung 2 tahun lebih, dan bukan perkawinan bawah tangan, karena terdaftar di Belitung. b. Ketika pendaftaran perkawinan, para calon pengantin pria dan wanita bersepakat untuk menyembunyikan fakta dan data yang sesungguhnya. c. Sang suami Andrea Hirata mengajukan pembatalan perkawinan mereka ke Pengadilan di Surabaya, dan tidak menggunakan gugat cerai atau men- talak isterinya. Dari ketiga hal diatas dapat dipermasalahkan. Yaitu sebagai berikut : ketika pendaftaran berlangsung, calon mempelai wanita dalam keadaan status janda, tetapi akta bercerai tidak ada, sehingga disepakati bersama bahwa calon mempelai wanita berstatus gadis. Setelah berlangsung perkawinan 2 tahun, sang suami merasa di bohongi karena kawin tidak dengan seorang perawan, sehingga ingin memutuskan perkawinannya, tetapi tidak dengan mentalak atau gugat cerai, tetapi dengan permohonan pembatalan ke Pengadilan Agama di Surabaya. Pembatalan suatu perkawinan, artinya perkawinan yang telah berlangsung dianggap tidak pernah ada, dan inilah yang diinginkan oleh sang suami, sehingga dianggap masih tetap sebagai seorang bujang. Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan pembatalan perkawinan oleh suami atau isteri harus paling lambat dalam waktu 6 bulan setelah perkawinan berlangsung. Kalau ingin memutuskan perkawinan juga, harus dengan mentalak atau gugat cerai, bukan pembatalan perkawinan. Kemudian juga dipersoalkan mengapa di Pengadilan Agama Surabaya, pembatalan perkawinan itu, tidak dilakukan di Belitung, dmana perkawinan itu berlangsung, atau di Pengadilan Agama dimana sang isteri berdomisili.
Demikian komentar sementara, mungkin tidak tepat atau keliru, disebabkan data atau informasi yang dipakai tidak lengkap atau salah, karena itu mohon maaf kalau memang salah komentar yang diutarakan ini.
Sebagai tambahan, setelah melihat vonis dari Pengadilan Agama Surabaya yang membatalkan perkawinan tersebut diatas, maka kita tidak melihat adanya keterangan dari para saksi yang didengar dalam sidang pemeriksaan perkara, baik keterangan dari sang isteri sebagai saksi, ataupun ibu atau orang tua dari sang isteri ataupun mantan suami sang isteri sebagai para saksi, yang seharusnya didengar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bahwa suatu proses pembatalan perkawinan adalah disamakan dengan proses gugat cerai. Artinya para saksi yang diperlukan, harus dipanggil dan didengar dalam suatu persidangan, sebelum diambil atau dijatuhkan suatu putusan.

Tidak ada komentar: